Friday, 3 July 2015

ARTIKEL ILMIAH

KIMIA/KIMIA INDUSTRI

MANAJEMEN DAN PENERAPAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 SEBAGAI UPAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
SERTA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN


ABSTRACK
MANAJEMEN  BAHAN  KIMIA  BERBAHAYA  DAN  BERACUN  SEBAGAI  UPAYA
KESELAMATAN  DAN  KESEHATAN  KERJA  SERTA  PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.

Bahan  kimia  berbahaya  dan  beracun  (B3)  tidak  bisa  dipisahkan  dari  kehidupan  manusia.  B3
tersebut  digunakan  baik  dalam  kehidupan  rumah  tangga  sampai  untuk  menunjang  pro ses
operasi dalam industri. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan  dalam
pengelolaan  dan  penanganan  B3  agar  efisien,  aman  dan  selamat.   


PENDAHULUAN      Manajemen  atau  pengelolaan  dan  penanganan  bahan  kimia  berbahaya  dan beracun  atau  lebih  populer  dengan  istilah  B3  dalam  rangka  keselamatan  dan kesehatan  kerja,  merupakan  aspek  yang  sangat  penting  yang  perlu  mendapat perhatian. Banyak terjadi kecelakaan  dalam industri yang disebabkan  karena ketidaktahuan operator ataupun pekerja dalam mengenali dan menangani B3 tersebut.Kecelakaan  kerja  merupakan  dampak  yang  harus  diperhitungkan  dan  di antisipasi,  sehingga  sedapat  mungkin  hal  ini  harus  dihindari  dan  dicegah  agar  tidak terjadi.  Kecelakaan kerja yang berkaitan dengan B3 selain akan menimbulkan korban bagi pekerja  / orang lain juga dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan industri tersebut. Disamping itu akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pengaruh  Bahaya  dan  Racun  dari  B3 
      Kita  sangat  perlu  mengetahui  pengaruh  bahaya  dan  racun  dari  B3  tersebut.
Bahan-bahan  ini  disamping  dapat  menimbulkan  dampak  terhadap  kesehatan  dan
pencemaran  lingkungan,  pemakaian  dan  penggunaannya  dalam  instalasi  nuklir  juga
dapat  menimbulkan  radiasi/kontaminasi  jika  terjadi  kecelakaan.  Untuk  itu  dalam
penyimpanan,  pengelolaan  dan  penanganannya  perlu  memperhatikan  faktor
keamanan  dan  keselamatan.  Pengaruh  B3  tersebut  antara  lain:  dapat  menimbulkan
kebakaran,  ledakan,  keracunan,  dan  iritasi  pada  permukaan  atau  bagian  tubuh
manusia (Gambar 1).




  1. Kebakaran,  terjadi  bila  bahan  kimia  yang mudah  terbakar  (pelarut  organik  dan gas)
    berkontak  dengan  sumber  panas.  Sumber  panas  dapat  berupa  api  terbuka,  logam
    panas, bara api atau loncatan listrik. Kebakaran dapat pula menimbulkan ledakan lain
    yang lebih dahsyat atau dapat juga menghasilkan bahan lain yang bersifat racun.
  2. Ledakan,  yaitu  suatu  reaksi  yang  amat  cepat  dan  menghasilkan  gas  dalam  jumlah
    yang besar.  Ledakan dapat terjadi oleh reaksi yang amat cepat dari bahan peledak,
    atau gas yang mudah terbakar atau reaksi dari berbagai peroksida organik. Dapat juga
    terjadi karena adanya gas cair pada tekanan tinggi yang tidak terkendali.
  3. Keracunan,  yaitu  masuknya  bahan  kimia  kedalam  tubuh  yang  dapat  berakibat
    keracunan akut atau keracunan kronik. Keracunan akut sebagai akibat penyerapan B3
    dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat dan dapat pula berakibat fatal
    seperti keracunan gas CO, dan HCN. Keracunan kronik adalah penyerapan  B3 dalam
    jumlah  sedikit  tetapi  berlangsung  dalam  waktu  yang  lama,  sehingga  akibatnya  baru
    dirasakan  setelah  beberapa  bulan  atau  beberapa  tahun  sampai  puluhan  tahun.
  4. Iritasi,  yaitu  kerusakan  atau  peradangan  permukaan  tubuh  seperti  kulit,  mata  dan
    saluran pernafasan oleh  bahan kimia  korosif, atau iritan  seperti asam klorida dan lainlain.
Aspek  Keselamatan
Banyak  sekali  aspek  keselamatan  yang  perlu  diperhatikan  untuk  mencegah
terjadinya  kecelakaan. Dari  seluruh  aspek  tersebut  selalu  melibatkan  tiga komponen
yang saling berkaitan yakni manusia, prosedur/metode kerja, dan peralatan/ bahan.
Faktor penyebab kecelakaan kerja berdasarkan data yang dikumpulkan oleh sebuah

perusahaan perminyakan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. 


Sikap dan tingkah laku pekerja sebagai faktor penyebab terjadinya kecelakaan
kerja antara lain karena :
a.  Keterbatasan pengetahuan/ keterampilan pekerja.
b.  Lalai dan ceroboh dalam bekerja.
c.  Tidak melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
d.  Tidak  disiplin  dalam  mentaati  peraturan  keselamatan  kerja  termasuk  pemakaian alat pelindung diri.
 
     Mengingat faktor  terbesar  penyebab kecelakaan kerja  adalah faktor  manusia, maka  usaha untuk  meningkatkan  keselamatan  dan  kesehatan  kerja  perlu  diarahkan pada  peningkatan  pembinaan  rasa  tanggung  jawab,  sikap  dalam  bekerja  dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

     Banyak juga kecelakaan terjadi karena ketidak-tahuan terhadap kemungkinan adanya bahaya. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan juga memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan, baik dalam cara mengenali maupun menangani bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun.

SISTEM MANAJEMEN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Perencanaan :
    Perencanaan  dilakukan  untuk  kurun  waktu  tertentu  (1  tahun)  mulai  dari perencanaan  pengadaan,  penyimpanan/penggudangan,  dan  penggunaannya.  Dalam perencanaan  ini  meliputi  identifikasi  kebutuhan  bahan,  klasifikasi  bahan  dan perencanaan penyimpanan.  B3  dapat  dikelompokkan  dalam  dua  kelompok  yakni bahan berbahaya dan bahan beracun. 
    Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif  terhadap  perubahan/kondisi  lingkungan  yang  dengan  sifatnya  tersebut  dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.
    Bahan  kimia  beracun  adalah  bahan  kimia  yang  dalam  jumlah  kecil menyebabkan  bahaya  terhadap  kesehatan  manusia  apabila  terserap  dalam  tubuh melalui  pernafasan,  tertelan,  atau  kontak  melalui  kulit.  Bahan-bahan  beracun  dalam industri dapat digolongkan seperti dalam 
Tabel 1


     Kekuatan racun (toksisitas) dari suatu bahan kimia dapat diketahui berdasarkan angka LD50 (Lethal Dose  50) yaitu dosis (banyaknya zat racun yang diberikan kepada sekelompok  binatang  percobaan  sehingga  menimbulkan  kematian  pada  50%  dari binatang  tersebut.  LD50  biasanya  dinyatakan  dalam  satuan  bobot  racun  persatuan bobot binatang percobaan, yaitu mg/Kg berat badan. Makin kecil angka LD50 makin toksik  zat  tersebut.  Klasifikasi  toksisitas  zat  kimia  berdasarkan  LD50  dan  contohcontohnya ditunjukkan dalam Tabel 2.


Secara umum bahan tersebut dapat digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu :
[2]
1.  Bahan mudah terbakar.(Flammable Substance):  yaitu bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran. Kebakaran dapat terjadi bila ada 3 unsur bertemu yaitu bahan, oksigen, dan panas.

2.  Bahan  mudah meledak  (Explosives):  yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran keduanya yang karena  suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar disertai suhu tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan. Selain  itu  juga  termasuk  bahan  yang  karena  struktur  kimianya  tidak  stabil  dan reaktif sehingga mudah meledak.

3.  Bahan  reaktif  terhadap  air/  asam:  yaitu  bahan  kimia  yang  amat  mudah  bereaksi dengan air disertai pengeluaran panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai ledakan. Bahan yang reaktif terhadap air juga reaktif terhadap asam, dimana reaksi yang  terjadi  adalah  eksothermis  dan  menghasilkan  gas  yang  mudah  terbakar, sehingga dapat menimbulkan ledakan.

4.  Bahan  beracun:  yaitu  bahan  kimia  yang  dalam  konsentrasi  tertentu  akan  dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia.

5.  Gas  bertekanan:  yaitu  gas  yang  disimpan  dalam  tekanan  tinggi  baik  gas  yang ditekan , gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan. Penggolongan bahan berbahaya, jenis dan contohnya dapat dilihat seperti Tabel 3 .


1.  Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
     Limbah  Bahan  Berbahaya  dan  Beracun (B3)  didefinisikan  sebagai  limbah  atau kombinasi  limbah  yang  karena  kuantitas, konsentrasi,  atau  sifat  fisika  dan  kimia  atau yang  memiliki  karakteristik  cepat  menyebar, mungkin  yang  merupakan  penyebab meningkatnya  angka  penyakit  dan  kematian, juga  memiliki  potensi  yang  berbahaya  bagi kesehatan  manusia  dan  lingkungan  ketika tidak  sesuai  pada  saat  diperlakukan,  dalam penyimpanan,  transportasi,  atau  dalam
penempatan dan pengolahan (Anonim, 2006). Berdasarkan  PP  No.  18  Tahun  1999  Jo PP No. 85 Tahun 1999 limbah yang termasuk limbah  B3  adalah  limbah  yang  memenuhi salah  satu  atau  lebih  karakteristik  sebagai berikut :
1.  Limbah mudah meledak
2.  Limbah mudah terbakar
3.  Limbah yang bersifat reaktif
4.  Limbah beracun
5.  Limbah yang menyebabkan infeksi
6.  Limbah bersifat korosif

Dalam Identifikasi limbah B3 berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1.  Limbah B-3 dari sumber tidak spesifik
2.  Limbah B-3 dari sumber spesifik
3.  Limbah B-3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan (Anonim, 2006)

2.  Limbah  Padat  Industri  Perakitan Kendaraan Bermotor
      Berdasar  Peraturan  Pemerintah  No.  85 tahun  1999  tentang  perubahan  Peraturan Pemerintah  No.  18  tahun  1999  yang  berisi Pengelolaan  Limbah  B3,  maka  pada  industri perakitan  kendaraan  bermotor  terdapat limbah  B3  dari  sumber  spesifik.  Sumber pencemaran  berasal  dari  seluruh  proses fabrikasi  dan  finishing  logam,  manufaktur mesin  dan  suku  cadang,  dan  juga  perakitan itu  sendiri.  Atau  lebih  jelasnya  berasal  dari sludge  proses  produksi,  pelarut  bekas  dan
cairan  pencuci,  residu  proses  produksi, sludge  dari  IPAL.  Sumber  pencemaran utamanya  yaitu  logam  dan  logam  berat  ( terutama As, Cd, Br, Cr, Pb, Ag, Hg, Cu, Zn, Se, Sn ), nitrat, residu cat, minyak dan gemuk, senyawa  amonia,  pelarut  mudah  terbakar, asbestos, larutan asam (Anonim 2006).

3.  Pengelolaan Limbah B3
Prinsip-Prinsip  Dasar  Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 
a.  Minimasi Limbah
b.  Polluters Pays Principle
c.  Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3 di Dekat Sumber
d.  Pembangunan  Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan
e.  Konsep “Cradle to Grave” dan “Cradle to Cradle”
f.  Konsep  “Cradle  To  Grave”  ialah  upaya pengelolaan  limbah  B3  secara  sistematis yang  mengatur,  mengontrol,  dan  memonitor perjalanan  limbah  dari  mulai  terbentuknya limbah  sampai  terkubur  pada  penanganan akhir. Sedangkan Konsep “Cradle To Cradle” adalah  konsep  baru  didalam  suatu  produksi industri  yang  berwawasan  lingkungan. Pengertian  dari  konsep  ini  adalah  suatu model  dari  sistem  industri  dimana material/bahan mengalir sesuai dengan siklus
biologi.


4.  Aspek Pengelolaan

    Untuk penjelasannya adalah sebagai berikut:

a.  Pengaturan (legal)

    Peraturan  yang  mengatur  tentang prosedur pengelolaan limbah B3 secara benar sehingga  tidak  menimbulkan  perusakan lingkungan hidup yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan makhluk lainnya.

b.  Institusi, 

   Perijinan dan Pengawasan Pihak-pihak  yang  terkait  dengan  proses pengelolaan  limbah  B3  tersebut  (Badan Institusi  kontrol,  penghasil,  pengumpul, pengangkut,  pendaur,  pengolah,  pemusnah, dan pemerintah)

c.  Teknis operasional
    Cara pengelolaan limbah B3 secara benar dilapangan  agar  tidak  membahayakan  bagi lingkungan sekitar. Aspek yang terkait dengan teknik operasional ialah:
1.  Identifikasi (Identification) limbah B3
2.  Penyimpanan (Storage) limbah B3
3.  Pengumpulan (Collect) limbah B3
4.  Pengangkutan (Transport) limbah B3
5.  Pengolahan (Treatment) limbah B3
6.  Pelabelan limbah B3
7.  Pemusnahan (Dispose)limbah B3


d.  Pembiayaan
Faktor  yang  sangat  berpengaruh  pada  proses  pengelolaan  limbah  B3  di  Indonesia karena  biaya  untuk  melaksanakan  prosedur pengelolaan secara benar masih cukup mahal sehingga  mengakibatkan  masih  banyak industri  yang  tidak  mampu  melaksanakan prosedur tersebut. (Anonim, 2006).


5.  Pengolahan Limbah B3
Wentz  (1995)  dan  Freeman  (1998) menyebutkan  bahwa  pengolahan  limbah  B-3 adalah  proses  untuk  mengubah  karakteristik dan  komposisi  limbah  B-3  untuk menghilangkan  dan  atau  mengurangi  sifat bahaya  dan/atau  sifat  racun.  Proses pengubahan  karakteristik  dan  komposisi
limbah  B-3  dilakukan  agar  limbah  tersebut tidak berbahaya dan beracun. Insinerasi  adalah  proses  terkontrol  untuk perubahan  limbah  padat  teroksidasi,  limbah cair,  atau  limbah  gas  mudah  terbakar (combustible)  yang  menghasilkan  karbon dioksida, air dan abu. Insinerasi sering dipilih sebagai  metode  pembuangan  akhir  pada industri.  Insinerator  yang  bagus  dapat
mengurangi  berat  dan  volume  limbah  sekitar 95%,  tetapi  hal  ini  tergantung  jumlah  abu.
Insinerator  tidak  diciptakan  untuk  membakar gelas  dan  logam  (material  anorganik),  tetapi dirancang  untuk  membakar  material  organik yang  mengandung  karbon,  hidrogen  dan
oksigen (Conway et al., 1980).

Sumber Referensi :
  1. Jurnal MANAJEMEN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN SEBAGAI UPAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN oleh Nur Tri Harjanto, Suliyanto, Endang Sukesi I. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir – BATAN.
  2. Jurnal PENERAPAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA Oleh Cesar Ray Ratman dan Syafrudin. Alumni Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP  Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang Semarang.
03-07-2015 
ARYO YUDHA UTAMA